Rosyanti.S.Pd.,M.Pd.

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Bapakku, Guru Terbaikku
Foto almarhum bapak

Bapakku, Guru Terbaikku

#harike24#

#tantangangurusianamenulis90hari#

 

Bapakku,Guru Terbaikku

Hari ini, 6 April 2020, genap sudah delapan belas tahun dua bulan dua hari, bapak meninggalkan kami menghadap Illahi Rabbi.Sejak itu pula, tak ada lagi tempatku memanggil bapak, tak ada lagi orang yang doanya mampu menembus langit ke tujuh, mengguncang arsy, selain ibuku, kala itu, sebelum akhirnya beliaupun menyusul.

Berbulan-bulan melawan sakit, hingga kemudian dokter memvonis hanya bisa bertahan tiga bulan.Yah Allah, duka mana yang lebih sakit, mendengar berita itu. Sakit mana lagi yang melebihi kenyataan, jika bapak tercinta tidak lama lagi akan meninggalkan kami semua untuk selama-lamanya. Berbagai ikhtiar kami lakukan, hingga tujuh bulan setelah divonis dokter, beliau pun menghembuskan napas terakhirnya, menjalani takdir Sang Pemilik Kehidupan.Kami berduka, bukan karena tidak terima.Kami menangis bukan karena tidak ikhlas. Tapi  adalah kesedihan melepas orang yang selama ini telah membesarkan, mendidik kami dengan segenap pengorbanannya, tidak lagi berada di tengah-tengah kami, sementara kami masih butuh wejangannya, butuh tuntunannya. Inilah duka terbesar yang harus kami terima kala itu.

Ada satu hal yang benar-benar menguras air mata kami, saat beberapa hari setelah beliau wafat, ibu menyampaikan selembar surat yang ditulis oleh almarhum untuk kami, isteri dan anak-anaknya. Surat yang ditulis sesaat setelah menerima vonis dokter, beberapa bulan sebelum beliau wafat. Yah, surat wasiat yang dipersiapkan, seolah beliau sudah punya firasat, jika umurnya tidak panjang lagi.Beliau berpesan kepada ibu saya, agar surat itu dibuka jika suatu saat beliau telah dipanggil menghadap Allah swt.Tulisan tangan indah yang terakhir, yang bisa kami baca. Rangkaian kalimat yang berisi ungkapan hatinya tentang bagaimana beliau mencintai kami, menyayangi kami, walau kadang agak keras dalam mendidik.Beliau memohon maaf atas itu.Duh, seorang bapak yang telah menghabiskan seluruh hidupnya, berjuang demi kami anak-anaknya, masih meminta maaf. Kalimat itu rasanya seperti sembilu.perih menyayat. Butuh waktu yang agak lama untuk menyelesaikan surat itu, sebab air mata tumpah tak terbendung. Ada banyak pesan yang disampaikan oleh beliau, yang paling penting adalah kami selalu ingat shalat, supaya menjaga dan merawat ibu, dan adik kami yang waktu itu masih sekolah.Entah, bagaimana perasaan bapak saya  saat menulis suratnya.Sadar jika sebentar lagi akan meninggalkan isteri dan anak-anaknya.Tentu bukan perkara mudah baginya.Tetapi pastinya beliau pun paham, jika ajal adalah takdir yang mesti dilalui setiap yang bernyawa.

Bapakku, sosok lelaki yang tidak banyak bicara. Menegur seperlunya. Bapakku bukan sosok lelaki yang bisa diajak bercanda, tertawa bersama anak-anaknya. Beliau lelaki pendiam. Bicara seperlunya. Tapi kami anak-anaknya memahami, itulah karakternya. Satu hal yang kukagumi juga, beliau jarang marah, mengeluarkan kata-kata kasar, nyaris tidak pernah terdengar di kupingku. Pun sikapnya tidak pernah kasar. Meskipun juga tidak memanja.  Diam, bukan berarti tidak peduli. Diam bukan berarti tidak sayang.Kepedulian dan kecintaannya kepada keluarga, tidak diucapkan dengan kalimat romantis, tapi dibuktikan dengan kerja keras dan pengorbanan. Dengan penghasilannya sebagai guru, yang kebetulan diamanahi menjadi kepala sekolah, kami tahu bukan perkara mudah menyekolahkan enam anaknya, hingga ke perguruan tinggi, menyandang gelar sarjana.Kami pun paham, ada banyak hal yang beliau korbankan demi itu semua. Beliau rela hanya punya sepeda motor tua, meski mampu membelikan anaknya sepeda motor baru, tentu saja hanya dicicil. Padahal andaikan mau, bapak saya bisa beli mobil seperti kawan kawannya, tapi itu tidak dilakukannya, sebab pasti akan menyita biaya pendidikan kami. 

Menunaikan ibadah haji, menjadi impian terbesarnya pun ditahannya, hingga kami lulus sarjana, punya kerja, bahkan.hingga nanti saat pensiun, barulah keinginan mulianya itu terlaksana.Semata demi kami anak-anaknya.

Ada pesan yang selalu terngiang-ngiang di telinga saya, beliau pernah mengatakan" Bapak tidak punya harta banyak untuk kuwariskan kepada kalian. Itulah kenapa bapak sekolahkan kalian tinggi-tinggi.Hanya itu warisan bapak "

Betul. Bapak sudah mewariskan kepada kami sesuatu yang tidak akan habis. Warisan yang sangat berharga, melebihi harta benda apapun. Jiwa pendidik sejati. Beliau mengarahkan  anak-anaknya untuk sekolah, sebab beliau yakin, dengan ilmu yang dimiliki kelak akan menjadi bekal dalam hidup kamiJika kemudian saya menjadi guru, bukan secara kebetulan.Tapi karena darah pendidik mengalir dalam darahku. 

Dalam hal agama, beliau bukan tipe yang suka menyuruh, harus salat, harus puasa. Tapi semua berjalan secara alamiah.Kami anak anaknya mengikuti apa yang diajarkan melalui keteladan orang tua.

Bapakku, guru terhebatku. Padanya saya belajar tentang kerja keras.Jika ingin memdapat hasil, harus bekerja keras. Padanya saya berguru tentang kejujuran dalam memegang amanah. Padanya saya belajar  menjadi guru yang sebenarnya. Padanya saya berkaca, bahwa membuktikan rasa cinta, perhatian, kasih sayang, adalah dengan pengorbanan. Mengorbankan kepentinganya, kebahagiaannya, demi anak anaknya.

Saya bangga dengan bapakku. Kami bersyukur memiliki bapak seperti beliau.

Tenanglah di alam sana, menunggu hari penghabisan, ditemani doa-doa kami yang mencintaimu. Doa yang tak pernah putus. Dalam setiap ayat suci Alquran yang kami baca, mengalir pahala buatmu, dalam setiap kebaikan kami, Allah siapkan pahala buatmu. Sebab engkaulah yang mengajarkan kami tentang kebaikan, apa yang patut dan tak patut kami lakukan. Terima kasih, atas semua yang telah bapak lakukan untuk kami. Perjuangan dan kerja kerasmu tidak sia-sia.Jika hingga detik ini masih mengalir air mata setiap mengenangmu, bukan berarti menyesali kepergianmu.Bukan. Tapi semata rasa rindu yang terkadang hadir, rindu sosok seorang bapak, seorang kakek yang begitu sayang pada cucu-cucunya.Kerinduan yang terkadang menyesakkan dada. Tapi inilah takdir yang berlaku. Setiap yang bernyawa akan kembali menghadap pada-Nya, Sang Pencipta kehidupan.

Alfatiha untuk bapak, guru terbaikku,  pendidik dalam menjalani kehidupan.

 

Penulis : Rosyanti,S.Pd.,M.Pd.

Guru SMAN 1 Pinrang

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post